ABG 2
Blurb
Jenny
dan Christy tidak bisa menolak gairah yang berkembang liar dalam tubuh, mereka
akhirnya terpancing setelah mengikuti permainan dewasa sejenis monopoli bersama
Erlan dan Bimo. Apakah mereka akan melakukannya?
Ke Kostan
Cuaca hari ini sedang tidak
menentu, pagi cerah, siang panas. Lalu tiba-tiba, sore langit bocor, air mata
langit tumpah membasahi tanah di kota Bandung. Jadwal hujan yang tidak bisa
ditebak membuat warga Bandung cukup kerepotan menghadapinya.
Hal yang sama dialami Jenny,
mahasiswi cantik, sexy dan selalu memiliki pikiran kotor di dalam kepalanya.
Ya, Jenny memang senang membicarakan hal-hal yang tabu bersama teman-teman
kuliahnya. Terlebih dengan sahabatnya Christy.
Pagi itu di bulan desember,
Ujian Akhir Semester yang menegangkan dan cukup melelahkan sel-sel otak kusut
para mahasiswa di kampusnya baru saja selesai dan berlalu. Dan Jenny bersyukur
karenanya.
Jenny teringat ia masih
menyimpan beberapa buku novel yang sempat ia pinjam dari Christy beberapa waktu
lalu. Kebetulan hari ini tidak ada jadwal kuliah, dan tugas-tugasnya pun sudah
ia kirim via e-mail. Jadi Jenny mempunyai waktu luang hari ini.
Jenny lalu bergegas bersiap
diri untuk mengembalikan buku novel yang dipinjamnya sembari main dan nge-gibah
di tempat kost Christy yang jaraknya lumayan tidak terlalu jauh.
Tampilan Jenny hari ini
sangat casual banget. T-Shirt warna putih yang ketat membungkus tubuhnya, yang
dipadukan dengan celana pendek jeans belel sepaha serta sepatu sneakers
converse.
Sembari menenteng totebag
kanvas berisi tiga buah buku novel milik Christy, Jenny melangkahkan kaki
menuju ke arah jalan. Jenny beruntung, taxi on-line yang dipesannya sebelum
berangkat ternyata sudah menunggunya di pinggir jalan.
Dengan segera Jenny masuk ke
dalam taxi on-line, dan mendudukan diri di bangku belakang sembari berkata,
“Sesuai aplikasi, ya pak.”
“Siap....” sahut driver
taxi on-line itu sebelum ia menginjak gas lalu mengendarai mobilnya dengan
pelan dan hati-hati.
25 menit kemudian, Jenny
sampai di depan mulut gang tempat kost-an Christy yang letaknya masih jauh
masuk ke dalam gang. Karena mobil taxi on-line tidak bisa masuk ke dalam
gang, ia masih harus naik ojek pangkalan untuk sampai di depan kost-an Christy.
Baru saja Jenny mendaratkan
kakinya, tiba-tiba langit Bandung berubah suram. Awan mendung mendadak
berkumpul di sekitar Jenny. Sesaat kemudian, hujan tumpah begitu saja. Jenny
pun panik, ia tampak bergegas lari dengan cepat ke arah pangkalan ojek yang
berada tepat di samping gang sembari menggerutu dalam hati.
“Sial, kok mendadak ujan
lagi, sih! Mana gak bawa payung....” ketus Jenny, kedua tangannya tampak sibuk
melindungi diri dari serbuan air hujan yang menyerangnya tiba-tiba. Walau hanya
beberapa detik saja tubuhnya diguyur air hujan, tetapi cukup membuat T-Shirt
dan celana jeans pendek yang dikenakannya basah saking derasnya hujan.
“Bang, antar ke gang Melati
IX ya!” pinta Jenny ke abang tukang ojek yang sedang duduk di atas sadel sepeda
motornya. Sembari mengibaskan kedua tangannya, Jenny berusaha membersihkan
bajunya dari cipratan air hujan.
Abang ojek tampak tercekat,
melototi tubuh Jenny yang basah hingga pola di dadanya yang membusung itu
terlihat dengan sangat jelas. Dasar Jenny, bukannya marah malah mengibaskan
tangan kanannya ke arah abang ojek sembari berseru kencang.
“Woy! Bang! Mau bengong apa
mau ngojek?!”
“Eh, maaf... iya, hayu...
hayu.... ke gang melati IX, ya!” sahut abang ojek sembari buru-buru
mengeluarkan sepeda motornya setelah Jenny berhasil duduk di belakang jok dan
mengenakan helm yang disodorkannya.
Jenny terlihat pasrah walau
harus tanpa jas hujan yang melindungi tubuhnya dari siraman airmata langit.
Lain dengan abang ojek yang memang sudah mengenakan jas hujan sedari tadi.
“Curang!”
Makian Jenny itu hanya bisa
menggema dalam hatinya, lalu kemudian pasrah menerima percikan airmata langit
yang lumayan deras membasahi tubuhnya.
Kost-an Christy yang berada
di ujung gang melati IX itu sebenarnya tidak terlalu jauh, tetapi karena jalan
berlubang dan banyak polisi yang tiduran di jalan, membuat laju sepeda motor
abang ojek seringkali tersendat-sendat, membuat tubuh Jenny terguncang ke atas
lalu ke bawah, kadang-kadang maju ke depan secara tiba-tiba.
Setelah tiba di depan
kost-an Christy, Jenny buru-buru turun dari sepeda motor abang ojek itu lalu
menyodorkan uang satu lembar pecahan dua ribu.
“Loh kok cuma dua ribu?
Biasanya lima ribu neng....” ucap abang ojek protes.
“Iya, tiga ribunya biaya
buat mata abang yang jelalatan liat dada sama paha! Belum lagi ngerem ngedadak
mulu di jalan, sengaja ‘kan? Biar ada yang kenyal-kenyal kena ke punggung
abang?” sahut Jenny ketus.
Tiba-tiba, Christy yang
ternyata sudah menunggunya di depan pintu kostan, tertawa terbahak, lalu
berteriak ke arah Jenny. “Woy cepet masuk! Ujan tambah gede tuh!” teriak
Christy melambaikan tangannya ke arah Jenny.
Belum sempat abang ojek itu
kembali protes untuk yang kedua kalinya, Jenny sudah melesat ke arah kostan sembari
melindungi kepalanya dari siraman airmata langit. Abang ojek itu pun hanya
menggelengkan kepalanya, lalu putar arah tanpa dapat berbuat apa-apa lagi.
Kostan Jenny lumayan cukup
luas dan ekslusif. Bahkan, di depan kamar-kamarnya terdapat teras yang dihiasi
taman-taman kecil lengkap berserta bangku dan meja kecil. Ruangan kamarnya pun
besar, dengan ukuran 3x5 meter cukup untuk salto dan jungkir balik ke segala
sudut ruangan.
Setelah menaruh totebag
yang berisi buku-buku novel yang sempat Jenny pinjam, ia lalu bersiap untuk ke
kamar mandi agar dapat dengan segera membersihkan tubuhnya.
“Chris, gua minta shampoo
dong, sama baju ganti sekalian, ya! Gua gak bawa baju ganti. Mana tau bakalan
ujan lagi, padahal tadi waktu berangkat dari rumah langit cerah banget.” Ucap
Jenny sebelum melepas T-Shirt dan celana jeans yang dikenakannya.
Karena ia cuma berdua di
kamar, Jenny tampak bebas-bebas saja keluyuran di sekitar kamar hanya dengan
mengenakan bra dan celana paling dalamnya saja.
“Tuh, ambil aja di lemari.
Shampoo ada di kamar mandi, pake aja....” sahut Christy sembari menunjuk ke
arah lemari.
Rambut yang terguyur air
pancuran dari shower sedikit membuat rasa kesal karena kehujanan di jalan agak
mereda. Jenny lalu membersihkan tubuhnya dengan sabun cair dan membilas
rambutnya dengan segera.
Saat itu juga, kesegaran
seketika menghampirinya, handuk ditangan bergerak ke sana dan ke mari
mengeringkan badan dan rambut di puncak kepalanya. Karena celana paling dalam
yang ia kenakan tidak sampai basah terkena air hujan, Jenny memutuskan untuk
kembali mengenakannya.
Tetapi, satu detik kemudian,
gerakannya sempat tertahan. Saat ia akan mengenakan bra milik Christy, Jenny
tiba-tiba kesulitan, ia lupa, jika ukuran bra milik Christy terlalu kekecilan
untuknya. Jenny merasa sesak saat memaksakan diri untuk mengenakan bra milik
Christy.
Akhirnya, setelah beberapa
detik kemudian Jenny memutuskan untuk tidak mengenakan bra sekalian, ia
langsung mengenakan kaos yang agak longgar milik Christy, celana yang sangat
pendek membuatnya terlihat seperti tidak mengenakan celana sama sekali, karena
tertutup kaos yang terlalu panjang, membuat paha Jenny yang putih mulus itu
terpampang nyata.
Related Posts
Permainan
Ketika Jenny barus saja
membuka pintu kamar mandi, ia baru sadar jika di luar kamar Christy sedang
berbincang dan tertawa-tawa bersama orang lain. Jenny tidak mengetahui jika
Christy baru saja kedatangan teman-temannya, karena saat ia berada di dalam
kamar mandi, suara-suara di luar sama sekali tidak terdengar, terkalahkan oleh
suara gemercik air dari shower serta gemuruh hujan di luar.
Jenny sempat berpikir untuk
menunggu sampai teman-teman Christy pergi, karena ia merasa risih keluar dari
kamar mandi tanpa menggunakan bra. Tetapi, baru beberapa detik saja ia
menunggu, dan teman-teman Christy tidak kunjung pergi juga, akhirnya Jenny
berubah pikiran, ia memilih untuk bersikap bodo amat. Jenny memang suka
terlihat seksi mata lelaki. Jenny lalu keluar dengan rambut yang masih sedikit
basah dengan mengenakan baju gombrang sepaha, tanpa bra.
“Eh, lu lagi ada temen juga,
ya Chris?” tanya cowok yang berambut ikal disamping Christy, ia tampak
tersenyum lebar melihat mahluk bening yang baru saja keluar dari kamar mandi,
di ruangan yang sama dengannya. Lelaki itu cukup tampan.
“Iya, kenalin nih temen
kampus gua, Jenny!” ujar Christy, lalu menarik tangan Jenny agar mendekat.
Si rambut ikal dengan tubuh
tinggi itu ternyata bernama Erlan, dan temannya satu lagi yang berambut agak
gondrong tanggung itu minta dipanggil Bimo. Bimo memiiki tubuh yang ateltis,
walau tidak terlalu tinggi
“Nah! Pas banget nih
sekarang kita berempat, kayaknya bisa dimulai, ya?!” ucap Erlan mengerling ke
arah Christy sembari tersenyum lebar.
“Eh, main apa, nih?” tanya
Jenny penasaran.
“Hihihi... seru deh pokoknya
Jen! Gua baru diceritain sih sama di Erlan, tapi kayaknya lucu, seru banget. Lu
pasti seneng, Jen!” sahut Christy sembari cekikikan, terdengar agak
mencurigakan, tetapi Jenny merasa penasaran.
“Eh, bentar guys, masih
kurang satu nih orangnya. Kita butuh bankir.” Ucap Erlan tiba-tiba saja ia
beranjak keluar kamar. Lalu, tidak sampai satu menit, Erlan sudah kembali
sembari menarik tangan cowok imut berkacamata lebar yang tampak gugup melihat
ke arah mereka.
“Elu yang mau jadi
bankirnya, Rob?” tanya Christy begitu melihat Robby yang tergugup, lalu sembari
membenarkan letak kacamatanya, ia kemudian berkata dengan suara gagap,
“Wa-waah, Ba-bankir a-apa? Tiba-tiba aku di... di-ditarik sama mas Er-erlan,”
sahut Robby bingung.
“Udah ngikut aja dulu, pasti
lu demen juga!” tukas Erlan sembari nyengir penuh teka-teki. Mendengar
perbincangan mereka, Jenny semakin merasa penasaran. Lalu diam-diam melirik ke
arah teman-temannya Christy satu persatu, seolah sedang mencari jawaban,
permainan apa yang akan mereka mainkan.
Mereka berempat lalu duduk
melingkar, sedangkan Robby cowok imut berkacamata tebal itu duduk di
tengah-tengah lingkaran. Erlan segera menjelaskan bentuk permainan yang akan
mereka mainkan setelah ia mengeluarkan kotak persegi panjang berukuran sekitar
25x50cm dari tas yang cukup besar di sampingnya.
“Halah! Ternyata cuma mau
maen monopoli! Kirain apa!” ucap Jenny sebel. Ia pikir mereka akan memainkan
permainan seru yang benar-benar baru ia tahu.
“Eits! Tunggu dulu, ini bukan monopoli biasa.
Ini monopoli khusus dewasa. Kita ‘kan udah dewasa, right? Ahahaa....” tukas
Erlan sembari tertawa lebar.
Lalu setelah tawanya mereda,
ia kembali mejelaskan tentang permainan itu, “Namanya ini “Adult Board Game”
ucapnya. Senyum yang terlukis diwajahnya patut dicurigai.
“Ouuhhh... apa itu “Adult
Board Game?” sejenis monopoli juga?” guman Jenny pelan hampir tidak
terdengar, ia sepertinya mulai penasaran lagi.
Jenny yang pada dasarnya
memang selalu bercanda tentang banyak hal yang jorok-jorok; terutama hubungan
fisik antara cowok dan cewek bersama Christy dan teman-teman cewek di
kampusnya, tampak santai mendengar nama permainan itu, atau pura-pura santai.
“Yoi... hehe...”
Erlan nyengir diikuti suara
gelak tawa cekikikan Christy dan Bimo. Sementara Robby duduk di tengah dengan
gelisah ketika mendengar kata “Adult”, keringat dinginnya mulai menetes
satu persatu dari atas dahinya.
“Jadi, pada dasarnya...
aturan maennya tuh hampir sama kayak monopoli biasa. Kita giliran jalan pake
dua buah dadu. Kalo udah muter sekali, boleh mulai beli properti. Dan seorang
dapet modalnya ceban, yak!” jelas Erlan panjang kali lebar.
“Lah, apa bedanya sama
monopoli biasa!” tukas Jenny.
“Sabar dulu, napa sih Jen,
biarin si Erlan jelasin semuanya... pasti ada bedanya, dan yang pasti ini
kayaknya lebih seru!” sanggah Christy, mulai protes mendengar kebawelan Jenny.,
segera disambut bibir kerucut yang mengarah kepadanya dari Jenny.
Bimo yang melihat bibir
Jenny mengerucut seperti itu, merasa gemas. Ingin rasanya ia segera menghampiri
bibir itu dan melumatnya. Bibir Jenny memang selalu menggoda banyak lelaki.
Bentuk bibir Jenny yang sensual dengan warna merah muda natural itu, membuat
Bimo rela melakukan apapun demi bisa mengecupnya habis-habisan.
“Oh, iya! Pertama, setiap
sekali muter, ga dapat uang dari bankir, ya!” Terang Erlan. Melirik sesaat ke
arah Robby yang mengkerutkan dahi mendengar jabatannya itu.
“Lalu, kalo lu masuk kotak Kesempatan
dan Dana Umum, lu ngambil satu kartu Kesempatan atau Dana Umum
juga. Nah, bedanya itu... diisi kartu-kartu ini,” pungkas Erlan puas
sembari menunjukan kartu-kartu yang berisi beberapa perintah atau hukuman yang
harus dilakukan oleh si pengambil kartu.
“Kalo isinya lu disuruh
joget, ya lu wajib joget. Kalo isinya lu disuruh ciuman klasik dengan mainin
lidah, ya lu wajib ngelakuin itu, hehe...” tambah Erlan sembari melingkari
wajahnya dengan senyuman mesum, diikuti suara cekikikan Christy dan Bimo.
Sementara Robby tampak semakin gemetaran. Keringat dingin bercucuran tiada
henti.
“Aahhh kacau nih
maenannya....” seru Jenny masih berusaha “menjaga image”
“Tenang Jen, semua isi perintah atau hukuman di kartu itu
cocok kok buat kita-kita yang udah dewasa.” Sahut Bimo sambil menekankan pada
kata “dewasa”.
“Iya bener, lu semua pasti
pada demen deh! Hihihi...” kata Erlan sembari mengedipkan sebelah matanya
genit.
“Iihhh jangan samain gua
sama elu-elu semua, ya!” tukas Jenny pura-pura alim. Dalam hati sebenarnya ia
mulai agak tersipu deg-degan. Bagaimanapun mereka baru pertama kalinya bertemu,
beda dengan Christy yang tampak sudah sangat akrab dengan mereka, walaupun ia
sempat berani mencubit paha Erlan yang duduk di sampingnya.
Erlan tidak berusaha
menghindar cubitan Jenny, Ia hanya tersenyum sembari kembali menambahkan
penjelasannya, “Kalau semua sepakat, kalian wajib nyerahin ponsel dan dompet
kalian ke bankir. Jadi, kalau ada yang coba-coba melanggar alias tidak mau
mematuhi aturan, perintah atau hukuman yang ada di dalam permainan ini, bankir
berhak menyita secara permanen semua harta benda milik kalian, gimana?”
Wajah Robby tampak langsung
berseri begitu mendengar aturan tersebut. Lalu dengan senyum yang mengembang,
ia menyodorkan tangannya ke arah Christy dan Jenny meminta ponsel dan dompet
mereka.
“Eh, nanti dulu, gua mau
lihat isi kartu-kartu dulu!” ucap Jenny sembari menyingkirkan tangan Robby yang
hendak meminta ponsel dan dompetnya untuk dijadikan jaminan.
Lalu, Jenny mengambil 3 buah
kartu dari tumpukan kartu “Kesempatan” dan kartu “Dana Umum”
sembari menambahkan, “Jangan-jangan ada kartu buatan lu sendiri yang isinya
berhak dan bebas melakukan apapun juga kepada peserta lain! Gawat dong, enak di
elu, ga enak di gua!” tambah Jenny galak. Lalu, ia mulai membaca ketiga
kartu-kartu tersebut, mengabaikan gelak tawa dari peserta lainnya.
“Sumpah Jen, ga ada kartu
yang isinya kayak gitu, kok!” jawab Bimo setelah tawanya mereda.
“Kalo pun bener ada, gua
jamin gak berlaku deh!” tambah Erlan berusaha meyakinkan Jenny yang tampak
tetap “keukeuh” ingin membaca beberapa kartu itu.
Aturan
Kartu pertama isinya, “Nuzzle
and kiss your partner neck” lalu yang kedua “Nibble his/her ear lubes
and whisper “Lets fvck”, yang artinya ciumin leher partner kamu, lalu
gigit-gigit kecil kupingnya sembari membisikan, “Tidur ama gua, yuk!”
Pipi Jenny seketika bersemu
merah, tampak malu-malu. Tetapi diam-diam dalam dadanya berdesir. Andrenalinnya
mulai sedikit terpompa. Lalu, dengan ekspresi datar agar dapat menutupi
gairahnya yang tiba-tiba menyelinap diam-diam, Jenny melanjutkan membaca kartu
yang kedua. Isinya, “Ajak partner kamu untuk bercinta dengan kata-kata
paling mesum yang kamu punya, minimal dua kalimat.” Sedangkan kartu yang
ketiga berbunyi, “Tatap mata partner kamu dengan penuh perasaan, sambil
membelai dan meremas bagian tubuh kamu yang paling sensitif sembari mendesis
selama dua menit.”
Setelah membaca seluruh
keterangan yang tertera di dalam kartu-kartu tersebut, tanpa sadar Jenny
menahan senyum sambil menggigit bibir bawahnya, lalu pelan-pelan ia meletakkan
kartu-kartu itu kembali ke tumpukan asalnya.
“Terus, gimana caranya
nentuin siapa partnernya? ‘Kan kita berempat?” tanya Jenny. Pertanyaannya itu
seakan mengikrarkan diri bahwa ia setuju untuk ikut bermain bersama mereka.
“Gampang dong, partner lu
yang duduknya pas di sebelah lu. Gantian sama sisi satunya setiap kali ngambil
kartu lagi,” jelas Erlan merasa puas karena cewek bahenol di sampingnya,
akhirnya setuju untuk ikut bermain.
“Hemm, pantes aja lu tadi
ngatur duduknya selang-seling, cowok-cewek-cowok-cewek!” ucap batin Jenny agak
senewen.
Lalu, Erlan kembali berkata,
tanpa menghiraukan raut muka Jenny yang mengerucut tiba-tiba dengan dahi
sedikit agak berkerut.
“Kalo lu setuju, serahin
ponsel dan dompet kalian ke Robby sekarang” ucap Erlan.
“Ya udah, iya gua ikutan...
kasian kalo si Christy ikut main sendirian,” sahut Jenny, masih pura-pura “jaga
image”. Kemudian, satu detik kemudian Jenny menyerahkan iphone dan
dompetnya ke tangan Robby. Di ikuti peserta yang lainnya.
“Tugas gua cuma naro ponsel
sama dompet doang, nih?” tanya Robby sembari memasukan keempat ponsel dan
dompet peserta ke dalam tas yang sudah Erlan siapkan.
“Gak, ‘lah! Lu juga nanti
yang bantuin mastiin, gak boleh ada peserta yang gak bersedia ngelakuin
tugasnya, sama nentuin bayaran harga kalau ada yang masuk ke properti orang
lain.” Sahut Erlan kembali menjelaskan “job desk” buat bankir.
“Ambil kartunya sesuai warna
areanya ya... kalo area properti biru, ya lu ambil dari yang kartu biru...”
lanjut Bimo.
Robby manggut-manggut sambil
memeriksa beberapa kartu yang terdiri atas 4 kelompok warna tersebut. Biru,
Kuning, Hijau dan Merah.
“Eh, bayarannya bukannya
pake duit monopolinya?” tanya Christy.
“Ga lah! Bayarannya sesuai
hukuman dan perintah dari kartu-karu itu...” jelas Erlan sebelum kembali
menambahkan, “Uang monopolinya cuma buat beli property aja” ucap Erlan.
“Lah, maksudnya gimana? Gua
belum paham...” selidik Jenny curiga.
“Pokoknya amanlah... hampir
selevel sama kartu “Kesempatan” dan “Dana Umum yang barusan lu
liat... main aja dulu, nanti juga ngerti....” jawab Erlan, berusaha menenangkan mereka.
Tetapi, ketika mereka
melihat ekspresi wajah Robby yang bersemu merah ketika membaca beberapa kartu RENT,
Jenny dan Christy tidak begitu yakin. Namun, mau mereka tidak bisa mundur,
ponsel dan dompet mereka sudah berada ditangan Robby.
Bimo lalu menutup penjelasan
rule of the game dengan mengatakan, “Tapi kalo gua masuk ke properti
Erlan atau Jenny masuk ke properti Christy, tidak perlu bayar sewa, ya!”
Christy dan Jenny baru saja
hendak kembali melontarkan pertanyaan dan sesi keberatan, tapi Bimo tampak
buru-buru tangannya sambil berkata, “Lu berdua bakal ngerti juga nantinya.”
Jenny dan Chrisy hanya
saling pandang sembari mengangkat kedua bahu mereka.
Oke, permainan dimulai!”
Teriak Robby sang bankir, lalu melempar kedua dadu ke “Adult Board Game”.
“Wah!! Gua duluan!” jerit
Christy, lalu dengan cepat merebut dadu di papan dan melemparkannya lagi ke
tengah papan.
“Tu, wa, ga, pat, ma.. yes!
Gua beli PLN-nya” ucap Christy sembari menghitung jejak langkah bidaknya, ia
tampak berteriak kegirangan.
“Woy... enak aja lu! Muter
sekali lagi baru boleh beli!” tukas Jenny protes.
Hehehe... iya sorry
sorry...” jawab Christy terkekeh.
Setelah Christy, lalu tiba
giliran Erlan. Diikuti oleh Jenny, dan kemudian tentu saja Bimo. Kelihatan
banget kalo kedua cowok tersebut berusaha keras agar bisa masuk ke kotak “Kesempatan”
atau “Dana Umum”. Tapi ternyata, Christy lah yang pertama kali dapat
mengambil kartu “Dana Umum”.
Dengan dada berdebar,
Christy mengambil kartu pertamanya. Lalu, saat ia membacanya, rona wajah
Christy yang putih, tiba-tiba merah merona.
“Uhh... bingung nih caranya
gimana...” rajuk Christy, melirik ke arah Jenny seakan meminta bantuan
sahabatnya itu.
“Lu dapet apaan, sih Chris?”
tanya Jenny penasaran, lalu segera merebut kartu ditangan Christy dana
membacanya.
“Oooohhh lu dapat yang
rayuan mesum! Hihihi...” jerit Jenny sembari terkekeh. Ia terlihat melebarkan
tawanya saat membaca kartu ditangan Christy. Itu adalah kartu yang Jenny buka
di awal permainan, yang isinya “Ajak partner kamu bercinta dengan kata-kata
paling mesum yang kamu punya”
“Ayo Chris, minimal dua
kalimat... lu rayu tuh si Erlan! Hahaha....” timpal Bimo antusias menunggu
adegan yang membuat dadanya mulai berdebar kencang.
“Bilang apaan dong!?” tanya
Christy tambah panik.
“Udahh... pake aja kata-kata
yang biasa lu pake pas lagi horny sama si Jacky, cowok lu itu!” tambah
Jenny, wajahnya begitu puas menggoda Christy yang kebingungan.
“Aaaahh... Jen... lu jangan
ikut-ikutan gangguin gua dong!” rajuk Christy malu-malu manja, Erlan yang di
sebelahnya semakin bertambah gelisah menunggu pergerakan Christy.
“Ok ... ok ... diem dulu lu
semua, yaa....” ucap Christy akhirnya sambil mengangkat kedua tangannya,
berusaha mencegah Jenny dan Bimo agar tidak melanjutkan olok-olok mereka yang
membuat ia tambah panik.
“Gua mulai ya...” lanjut
Christy, terdiam sejenak sebelum akhinya ia kembali berkata pelan dan lirih.
“Erlan....” kata Christy
terdengar lembut.
“Eh... sambil liatin Erlan
dong... masa ngajak begituan nunduk!” Jenny kembali menyela dengan cepat.
“Iya... Iya.. Bawel amat sih
lu Jen!” jawab Christy sambil memonyongkan bibirnya. Serempak tawa keempat
orang itu pecah.
Setelah mereka terlihat
tenang, Christy kembali berusaha untuk melakukan “tugas”nya.
“Erlan...” panggil Christy
lirih sambil menatap Erlan dengan tatapan matanya yang sendu. Saat itu ruangan
kamar Christy seketika hening. Bimo, Erlan dan Robby tampak tegang menunggu
kata-kata yang akan keluar dari bibir Christy.
“Udah seminggu gua gak
disentuh cowok, nih... gua ga tahan lagi... tidur sama gua yuuuk...” desah
Christy terdengar manja. Suaranya terdengar agak bergetar.
Untuk beberapa detik, Erlan
tampak terpana, menatap nanar cewek cantik yang sedang menatapnya dengan
pandangan yang sangat “mengundang” kelelakiannya. Lalu tanpa sadar ia
sudah menelan air liurnya sendiri.
“Aahahahaahhaa!”
Tiba-tiba tawa Christy meledak.
Bagaimana kelanjutan ceritanya? Apakah mereka benar-benar melakukannya? Lanjut baca sampai tamat, yuk!
Informasi buku :
Judul | Jumlah Chapter | Rate | Status | Harga |
---|---|---|---|---|
Adult Board Game | 11 Chapter Availabe | +21 Dewasa! | Tamat | Idr 10k |
Post a Comment